Sungai Penuh//MSN,
Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh orang tua murid terhadap seorang siswa sekolah dasar di Kota Sungai Penuh, Jambi. Peristiwa memilukan ini menimbulkan keprihatinan mendalam dari masyarakat, khususnya para orang tua dan pemerhati dunia anak.
Insiden bermula dari cekcok kecil antara dua siswa di lingkungan sekolah. Salah satu siswa, yang disebut-sebut merupakan cucu dari pemilik rumah makan dendeng batokok terkenal di kota itu, melontarkan hinaan kepada temannya dengan menyebut kata “orang miskin.” Merasa direndahkan, korban yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu spontan memeluk anak pelaku dalam kondisi emosi. Dalam insiden itu, anak pelaku terjatuh hingga mengalami luka ringan.
Namun, konflik anak-anak ini justru berujung pada tindakan kekerasan fisik yang tak sepatutnya dilakukan oleh orang dewasa. Nenek dari anak pelaku, yang juga orang tua murid, tanpa seizin pihak sekolah, langsung mendatangi lokasi dan menyeret korban keluar dari area sekolah. Dalam perjalanan menuju rumahnya, korban dilaporkan mengalami pencubitan berulang kali.
Penderitaan korban tak berhenti di sana. Setibanya di rumah pelaku, ayah dari anak pelaku—yang diketahui pemilik salah satu rumah makan ternama di Sungai Penuh—disebut ikut melakukan kekerasan fisik dengan memukul pipi kanan korban. Tindakan ini membuat korban tak hanya menderita luka fisik, tetapi juga mengalami trauma psikis yang mendalam.
Pihak keluarga korban telah melaporkan insiden ini ke kepolisian dan Dinas Perlindungan Anak Kota Sungai Penuh. Kasus ini kini tengah dalam proses penyelidikan oleh pihak berwajib.
Hingga kini, pihak sekolah masih enggan memberikan keterangan resmi. Namun, sejumlah guru dan wali murid menyampaikan rasa kecewa dan prihatin atas insiden tersebut. Mereka menilai tindakan kekerasan oleh orang tua terhadap anak di lingkungan sekolah adalah bentuk pelanggaran serius yang mencederai prinsip pendidikan.
“Ini bukan sekadar masalah antar anak. Ini soal bagaimana orang dewasa seharusnya memberi contoh dalam menyelesaikan konflik dengan bijak dan beradab,” ujar salah satu guru yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Wilayah Jambi mengecam keras tindakan kekerasan ini dan meminta aparat hukum bertindak tegas.
“Kami mendesak agar pelaku kekerasan diproses secara hukum. Ini penting sebagai bentuk perlindungan nyata terhadap anak-anak dan agar dunia pendidikan tetap menjadi ruang yang aman, nyaman, dan mendidik,” tegas perwakilan LPAI Jambi dalam keterangannya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun, terlebih yang menyasar anak, tidak memiliki tempat di tengah masyarakat yang beradab. Sekolah seharusnya menjadi tempat tumbuh, bukan tempat takut.
(Rama)