Bandung // MSN,
Babak baru pembangunan di Indonesia sudah dimulai dengan diresmikannya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) oleh Presiden. Badan ini akan mengelola aset-aset negara yang ada di sejumlah BUMN papan atas.
Namun begitu, kritik dan pujian dari berbagai kalangan masih terus menyertainya, terutama penerimaan pasar yang masih negatif.
Beberapa pengamat menilai soal model bisnis yang belum jelas serta independensi personil yang ditunjuk itulah di antara akar persoalannya. Terlepas dari berbagai kritik tersebut, yang jelas langkah ini perlu segera ditelaah, mengingat dampaknya yang akan meluas ke berbagai sektor pembangunan.
Pada dasarnya, semangat pembentukan Danantara ini memberi arah kebijakan yang positif karena bertujuan untuk mencegah miskelola BUMN dan penggalian alternatif sumber pendapatan untuk membiayai belanja negara.
Salah satu sektor pembangunan yang perlu segera dibenahi itu adalah perumahan rakyat. Namun ada hal yang perlu dicermati, yaitu ketika Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (KemenPKP) Maruarar Sirait berharap Danantara bisa mendanai program 3 juta rumah. Ini langkah terburu-buru yang perlu disikapi, sebab pembangunan perumahan rakyat bukanlah investasi yang menguntungkan.
Meskipun program 3 juta rumah termasuk salah satu program prioritas Presiden, namun tidak berarti bisa begitu saja minta agar didanai oleh Danantara.
Persoalannya bukanlah anggaran Kementerian PKP yang dipangkas, tapi semangat Danantara untuk berbenah dan membangun sistem yang kondusif itulah intinya.
Kementerian PKP harus memahami bahwa investasi Danantara berfokus pada keuntungan dan pertumbuhan nilai aset, sementara penyediaan perumahan rakyat berfokus pada pelayanan publik dan keterjangkauan rakyat banyak. Kedua tujuan tersebut dapat saling bertentangan jika Danantara dipaksa langsung membiayai PKP.
Danantara mengelola investasi yang membutuhkan keahlian di bidang bisnis dan keuangan, sementara perumahan rakyat butuh keahlian model-model penyediaan perumahan publik dan perumahan sosial. Perbedaan kedua peran ini harus dipahami, sehingga akuntabilitas masing-masing entitas menjadi lebih jelas.
Kementerian PKP jangan sampai salah kaprah dan berpikir sebagai super-kontraktor yang meminta dana namun tidak memiliki proyek yang jelas perencanaan lokasinya dan tidak pula didukung oleh kajian kebutuhan perumahan.
Jika Danantara mirip seperti Temasek di Singapura, maka bagaimana entitas pembangunan perumahan rakyat di Singapura?, Itulah yang perlu dijadikan kiblat pembelajaran oleh Kementerian PKP. Singapura memiliki entitas tersendiri untuk pembangunan perumahan rakyat, yaitu HDB atau Housing and Development Board. Temasek dan HDB adalah dua holding yang berbeda.
Temasek adalah perusahaan investasi yang memiliki portofolio investasi yang sangat beragam di berbagai sektor, di dalam maupun luar negeri. Tujuannya untuk memaksimalkan nilai kekayaan bagi pemegang sahamnya, yaitu Negara Singapura. Sedangakan peran dan fokus HDB adalah sebagai Otorita Perumahan Rakyat.
HDB berbentuk statutory board, yaitu badan pemerintah yang berorientasi pada pelayanan publik dan bertanggung jawab atas perencanaan dan pembangunan perumahan rakyat.
Sebagai entitas yang berbeda dengan Temasek, HDB memainkan peran super-holding tersendiri di bidang perumahan rakyat. Termasuk dalam pengelolaan fasilitas public housing yang dibangunnya dan HDB tidak berbisnis seperti developer swasta.
Namun begitu, Temasek tetap bisa mendukung program HDB melalui investasi dana kelolaan Temasek di entitas bisnis terkait yang sifatnya menguntungkan dalam jangka panjang.
BUMN-BUMN terkait tersebut pada gilirannya mendukung pembangunan perumahan rakyat yang dijalankan oleh HDB, seperti perusahaan panil beton, sistem konstruksi baja, rumah modular, infrastruktur hijau, dan sebagainya. Dengan demikian, maka secara keseluruhan HDB dan entitas pendukung lainnya itu akan terintegrasi dalam sebuah ekosistem yang memiliki kapasitas penyediaan perumahan yang sangat besar.
Pertanyaan selanjutnya, jika demikian, dari mana sumber pendanaan HDB untuk membangun perumahan rakyat di Singapura? Pertama-tama, berdasarkan Housing and Development Act dan Land Titles Act, HDB memiliki otoritas yang sangat jelas.
Termasuk untuk memperoleh sumber-sumberdaya kunci seperti tanah, prasarana dan sistem bangunan gedung perumahan rakyat. Selanjutnya, HDB memiliki sumber dana utama dari anggaran belanja negara (seperti APBN) setiap tahunnya. Dana ini digunakan untuk membiayai berbagai proyek perumahan sewa publik (public rental housing) dan infrastruktur penunjangnya.
Mirip seperti rusunawa di Indonesia namun jauh lebih terencana dan lebih berkualitas. HDB juga bisa menerbitkan obligasi sendiri untuk memperoleh pendanaan murah melalui pinjaman ke lembaga keuangan. Hal ini memungkinkan HDB mendapat dana untuk membiayai proyek besar.
Selain itu, HDB memperoleh pendapatan dari penjualan (hak pakai jangka panjang) dan sewa rumah-rumah rakyat (public rental housing). Jadi, pemerintah Singapura memiliki peran yang sangat penting dalam pendanaan HDB karena perumahan rakyat merupakan kebijakan penting dalam pembangunan untuk memajukan kesejahteraan umum di Singapura. Meskipun tidak didukung secara langsung oleh Temasek, HDB memiliki akses ke berbagai sumber pendanaan untuk membiayai proyeknya.
Dukungan pemerintah Singapura dan Temasek juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan HDB untuk menyediakan perumahan rakyat yang terjangkau dan berkualitas tinggi bagi warga Singapura.
Secara garis besar, begitulah sistem pengelolaan BUMN superholding dan BUMN perumahan rakyat di Singapura yang perlu jadi pembelajaran yang sangat berharga bagi Kementerian PKP.
Pertama-tama, Kementerian PKP harus mampu mengembangkan hubungan kelembagaan regulator dan operator yang baik. Kementerian PKP adalah regulatornya, sedangkan BUMN Perumnas dan BUMN Karya adalah dua calon operator handal di bidang PKP.
Mereka harus diberdayakan dan tidak boleh diabaikan. BUMN-BUMN perumahan dan karya pada dasarnya adalah agen-agen pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyat di bidang perumahan dan permukiman.
Pembelajaran dari HDB di Singapura inilah yang harus diperhatikan Kementerian PKP yang dipimpin Maruarar Sirait. Bukan meminta-minta dana dari Danantara.
Danantara hanya akan berinvestasi pada bisnis yang menguntungkan dan tidak langsung mendanai proyek-proyek perumahan rakyat. Namun hasil investasi Danantara yang berhasil akan masuk ke dalam pos anggaran pembangunan untuk kesejahteraan rakyat melalui alokasi dari Kementerian Keuangan.
Oleh karena itu, yang menjadi pekerjaan rumah bagi KemenPKP adalah membina BUMN Perumnas menjadi sekaliber HDB dan memberi peran yang otoritatif dalam memimpin holding-perumahan.
Menteri PKP tidak boleh memaksakan diri agar program 3 juta rumah langsung didanai oleh Danantara tanpa lebih dulu membangun sistem penyediaan perumahan (housing delivery system) yang bertumpu pada simpul-simpul BUMN.
Selain membina Perumnas sebagai operator utama, Kementerian PKP harus pula membina BUMN-BUMN yang mendukung proyek-proyek Perumnas.
Entitas-entitas ini bisa menjalankan bisnis yang menguntungkan dan mendukung pembangunan perumahan rakyat. Terutama di bidang konstruksi, teknologi bangunan dan pengembangan kawasan.
Pembelajaran bagi KemenPKP itu adalah tugasnya untuk membina kapasitas BUMN sebagai operator. Bukan menghilangkan peran regulator dan malah bermain proyek-proyek konstruksi seperti selama ini.
Jika Kementerian Penanaman Modal adalah regulator dan Danantara adalah operatornya, maka Kementerian PKP adalah regulator yang perlu menyiapkan operator-operator publik yang kapabel seperti di Singapura.
Semoga Kementerian PKP segera berfokus untuk membangun multi-sistem penyediaan perumahan berskala besar. Baik sistem perumahan publik, sistem perumahan sosial maupun sistem perumahan swadaya yang handal. Begitu juga dengan sistem kawasan permukiman siap bangun sebagai alokasi ruang untuk para pengembang swasta dan koperasi perumahan.
Selain membina operator, Kementerian PKP juga perlu mengembangkan berbagai instrumen perencanaan dan pengendalian hingga pengelolaan bangunan dan lingkungan. Pembangunan perumahan rakyat itu bukan hanya berfokus pada garapan proyek-proyek konstruksi, melainkan diukur kinerjanya hingga dihuni dan berkembangnya kehidupan komunitas penghuni secara berkelanjutan.
Semua langkah strategis itu tentunya dalam rangka mewujudkan secara efektif program 3 juta rumah yang menjadi amanat presiden.(Red/Tim)
Penulis Oleh: M. Jehansyah Siregar, Ph.D (Dosen Arsitektur ITB yang tergabung dalam Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman, SAPPK-ITB)