Belawan//MSN,
Keluhan nelayan kecil di Belawan kembali mencuat akibat maraknya kapal pukat trawl yang beroperasi di zona tangkap nelayan tradisional. Aktivitas ini tidak hanya merugikan nelayan lokal yang bergantung pada cara penangkapan ikan ramah lingkungan, tetapi juga mengancam kelestarian ekosistem laut. Pada rabu sore, 12 maret 2025,sekitar pukul 18:22 Wib.
Menurut Rais, seorang nelayan tradisional di Belawan, setidaknya enam kapal pukat trawl terlihat beroperasi di sekitar Ringkai Lampu Satu, dekat area pengeboran Pertamina. Padahal, sesuai regulasi, kapal-kapal besar dengan alat tangkap yang tidak selektif seperti pukat trawl dilarang beroperasi di perairan dengan kedalaman kurang dari 60 kilometer dari garis pantai. "Kami sudah merekam bukti video, tapi sampai sekarang belum ada tindakan tegas," keluhnya. Sabtu (15/3/2025)
Melanggar Undang-Undang Kelautan dan Perikanan
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan, Rahman Gafhiqi, SH, menegaskan bahwa praktik ini jelas melanggar hukum. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dengan tegas mengatur zonasi penangkapan ikan untuk melindungi nelayan kecil dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
Pasal 7 ayat (2) UU Perikanan menyatakan bahwa alat tangkap yang merusak sumber daya ikan dan lingkungan dilarang digunakan. Selain itu, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 juga telah melarang penggunaan pukat trawl karena metode ini dapat merusak habitat ikan dan mengurangi populasi ikan kecil yang menjadi sumber penghidupan nelayan tradisional.
Rahman menegaskan bahwa pencurian zona tangkap ini adalah bentuk eksploitasi yang dapat menghilangkan mata pencaharian ribuan nelayan kecil. "Praktik ini bukan hanya tidak etis, tetapi juga ilegal. Pemerintah harus bertindak tegas dengan memberikan sanksi kepada kapal dan perusahaan yang melanggar," ujarnya.
Tuntutan Penegakan Hukum: Cabut Izin dan Tindak Tegas Pelanggar
HNSI Kota Medan bersama para nelayan menuntut aparat penegak hukum seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla), Satuan Polisi Air dan Udara (Satpol Airud), serta instansi terkait lainnya untuk segera bertindak.
Menurut Rahman, ada beberapa langkah konkret yang harus segera diambil:
1. Operasi Pengawasan Intensif – Aparat harus rutin menggelar patroli di wilayah rawan pelanggaran untuk mencegah kapal pukat trawl beroperasi di zona nelayan kecil.
2. Pemberian Sanksi Tegas – Kapal dan perusahaan yang terbukti melanggar harus dikenakan sanksi hukum sesuai UU Perikanan, termasuk pencabutan izin operasi dan penyitaan alat tangkap ilegal.
3. Penegakan Hukum Tanpa Tebang Pilih – Aparat harus menindak pelaku tanpa pengecualian, termasuk pemilik kapal yang sering kali memiliki pengaruh besar.
Rahman juga menambahkan bahwa edukasi kepada pemilik kapal dan nelayan terkait pentingnya menjaga ekosistem laut harus terus diperkuat. "Jika eksploitasi seperti ini terus dibiarkan, bukan hanya nelayan kecil yang menderita, tetapi juga keberlanjutan sumber daya ikan untuk generasi mendatang," pungkasnya.
Dengan adanya pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas, diharapkan kesejahteraan nelayan tradisional dapat lebih terjamin, serta ekosistem laut tetap terjaga untuk masa depan perikanan Indonesia yang lebih berkelanjutan.
(red/tim)