News

Dugaan Kartel Telekomunikasi: Monopoli Terselubung yang Merugikan Konsumen?

Admin

MEDAN // MSN,

Di tengah pesatnya digitalisasi, industri telekomunikasi di Indonesia kembali diterpa isu tak sedap. Sejumlah provider besar, seperti Telkomsel, XL Axiata, Indosat Ooredoo Hutchison, dan Smartfren, diduga terlibat dalam kesepakatan terselubung yang berpotensi merugikan masyarakat dan para pelaku usaha kecil, khususnya pedagang voucher pulsa.

Beredarnya wacana pembatasan ukuran paket data isi ulang menjadi hanya 3 GB dengan harga Rp35.000 mulai 14 Maret 2025, memicu kekhawatiran besar di kalangan pedagang outlet pulsa. Mereka menganggap kebijakan ini sebagai langkah terselubung untuk mengontrol harga pasar dan mematikan usaha kecil yang selama ini bergantung pada variasi paket data dengan harga yang lebih fleksibel.

Dugaan Praktik Kartel dan Monopoli

Menurut Agus Syahputra, salah satu pemilik outlet voucher di Medan, kebijakan ini seakan-akan sengaja dibuat untuk mengarahkan konsumen ke sistem pembelian langsung dari provider melalui aplikasi resmi, tanpa peran outlet sebagai perantara.

"Kami merasa seperti sedang ditekan. Kalau paket yang dijual hanya satu ukuran dengan harga tinggi, siapa yang mau beli ke outlet? Orang pasti akan langsung beli ke provider melalui aplikasi. Ini indikasi ada permainan di balik kebijakan ini", ujarnya dengan nada kecewa.

Jika benar praktik ini dilakukan secara sistematis oleh para operator seluler, maka besar kemungkinan telah terjadi praktik kartel, di mana beberapa perusahaan besar bekerja sama untuk mengatur harga dan mengurangi persaingan. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Ancaman bagi Pedagang Kecil dan Konsumen

Keputusan sepihak ini dinilai berbahaya, karena bisa berdampak besar bagi ribuan pedagang voucher yang menggantungkan hidup dari bisnis ini. Mereka khawatir penghasilan mereka akan anjlok drastis, bahkan bisa menyebabkan gulung tikar.

"Kami sudah bertahun-tahun berdagang pulsa dan paket data dengan berbagai pilihan kuota dan harga. Jika tiba-tiba dipaksa menjual hanya satu ukuran paket, tentu keuntungan kami berkurang drastis. Bagaimana kami bisa membayar sewa toko dan gaji karyawan?", keluh seorang pedagang di kawasan Medan Johor.

Selain itu, dampak bagi konsumen juga tidak bisa dianggap remeh. Dengan minimnya pilihan paket, masyarakat terutama dari kalangan menengah kebawah akan semakin terbebani. Sebelumnya, mereka bisa memilih paket sesuai kebutuhan dan kemampuan finansial. Namun, jika aturan ini diberlakukan, mereka tidak punya pilihan lain selain membeli paket yang lebih mahal.

Desakan Investigasi oleh KPPU dan Kominfo

Melihat kondisi ini, berbagai pihak mulai angkat suara. Para pelaku usaha kecil berharap agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera turun tangan dan menyelidiki adanya dugaan permainan harga oleh provider besar. 

Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga didesak untuk meninjau ulang kebijakan ini guna melindungi kepentingan masyarakat luas.

Seorang pakar ekonomi digital, Dr. Rian Prasetyo, menilai kebijakan ini bisa menjadi langkah awal menuju monopoli pasar telekomunikasi yang lebih besar.

"Jika tidak dikendalikan, ini akan menjadi preseden buruk bagi industri telekomunikasi. Sebuah perusahaan atau kelompok bisa mengendalikan harga dan kebijakan sesuka hati, yang pada akhirnya merugikan masyarakat", tegasnya.

Kini, masyarakat menanti tindakan nyata dari pemerintah dan regulator. Apakah dugaan kartel ini akan terbukti? Ataukah ini hanya strategi bisnis belaka? Yang jelas, rakyat kecil dan pedagang voucher berharap ada kebijakan yang lebih adil dan tidak hanya menguntungkan korporasi besar.(Red/Tim)

Share:
Komentar

Berita Terkini