Medan // MSN,
Sebuah amplop lusuh berisikan Rp20 ribu kini menjadi simbol luka dan penghinaan bagi puluhan wartawan di Medan. Pada perayaan remisi HUT RI ke-80 di Lapas Kelas I Medan, 43 wartawan dilarang masuk dengan alasan teknis.
Namun hal yang paling menyakitkan dan menciderai hati Wartawan, disaat oknum pegawai lapas justru membagi-bagi amplop uang recehan yang disebut 'tali asih'.
“Ini bukan tali asih, ini penghinaan terhadap Profesi Jurnalis yang telah dipermalukan secara terang-terangan!”, teriak salah satu jurnalis yang vocal di Kota Medan, Kamis.(21/8/25)
Ironisnya, Kalapas Medan Herry Suhasmin tak menunjukkan sikap tanggung jawabnya. Justru malah ia berkelit dengan alasan klasik: keterbatasan ruangan, dan bahkan menyindir wartawan dengan kalimat pedas:
“Apakah ada kewajiban kami memberi uang untuk semua wartawan yang datang?”, katanya sambil tersenyum seolah olah menghina Wartawan.
Bagi para insan pers, pernyataan ini bukan sekadar keliru, tapi tamparan keras. Wartawan bukan pengemis amplop, wartawan adalah pilar demokrasi yang dijamin undang-undang.
Kini, 43 wartawan tersebut bersatu menyatakan sikap. Mereka mendesak Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Komjen (Purn) Agus Andrianto serta Kanwil Kemenkumham Sumut, agar segera mengevaluasi kinerja Kalapas Herry Suhasmin dan mencopotnya bila perlu.
Jika tuntutan ini tidak digubris, wartawan mengancam akan melakukan boikot pemberitaan terkait Lapas Medan.
Amplop Rp20 ribu boleh jadi kecil, tetapi luka yang ditinggalkan sangat besar. Dan bagi para insan pers, ini bukan sekadar soal uang, tapi soal harga diri, kehormatan, dan kebebasan demokrasi bangsa Indonesia.(Red/Tim)