-->


News

Guru Joget, Negara Sepaket: Pendidikan Kita Digoreng Demi Viral?” (Refleksi Hari Guru Nasional)

Admin

 

               Gambar ilustrasi Guru 

Sumatera Utara //MSN,

Setiap tanggal 25 November telah ditetapkan sebagai hari Guru nasional Republik Indonesia, tentu dalam hal perayaan ini sebagai seorang guru hatinya berbunga-bunga karna pada hari itu mereka disanjung melalui lagu Hymne Guru sebagai  pelita dalam kegelapan bahkan disebut sebagai pahlawan tanpa tanda Jasa.

Kami penulis dengan kerendahan hati dan sangat hormat menyampaikan selamat Hari Guru nasional kepada bapak Ibu guru, tetap semangat dan mengajar dengan memakai kalimat-kalimat positif menyemangati anak-didik

Namun sebagai  refleksi atas perayaan ini tujuan kami bukan menyakiti hati bapak ibu guru, tetapi sebagai refleksi atas tugas dan tanggung jawab sebagai guru, pendidik' pengajar dan pelatih. Jadi seorang guru tidak  tidak terlepas hal-hal yang mempengaruhi sikap dan perilakunya setiap hari. Kita ikuti di bawah ini yang ditulis oleh Guru bangsa Indonesia dari Sumatera Utara. "; SEMUA KARNA GURU". 

“Lucu ya… 

Ketika guru joget di TikTok, yang disalahkan guru.

Tapi ketika sistem pendidikan kacau, yang disalahkan guru juga.

Guru lagi, guru lagi, ayo kita jadikan saja 25 November menjadi peringatan Hari Guru Bersalan Nasional

Karena yang bikin aturan pun?

Diam… nonton… sambil senyum tipis.”

Negeri yang Aneh: Semua Salah Guru

Di negeri ini, guru itu seperti “tumbal resmi negara.”

Nilai TKA jeblok - guru disalahkan.

Banyak murid nggak bisa baca - guru disalahkan.

Anak kurang ajar - guru disalahkan.

Guru bikin konten joget - guru disalahkan, 

Murid nakal, guru disalahkan 

Murid melawan guru, guru disalahkan,

guru dihujat, guru dipermalukan.

Bagus!

Siswa merokok , guru disalahkan, bahkan siswa ditindak karna pelanggaran  orang tua melapor kepolisian.

Memang paling gampang menyalahkan yang gajinya paling kecil, tanggung jawabnya paling besar, dan perlindungannya paling lemah.

Sementara yang buat kebijakan pendidikan jungkir balik tiap tahun happy happy 

Yang ganti kurikulum lima kali seminggu?

Yang sibuk pencitraan?

Semua aman, tenang, nyaman, mulus.

Tidak pernah trending.

Tapi Jujur… Ada Oknum yang Memang “Luar Biasa”

Mari akui fakta pahit.

Ada oknum guru yang:

Joget TikTok sambil pakai seragam, ya seragam PNS, seragam Yayasan entah seragam apa lagi...

Pose sensual di ruang kelas

Glow up ala selebgram, murid disuruh ngambil angle

Bikin konten komedi sampah pakai background papan tulis

Libatkan murid buat challenge konyol demi views

Dan dilakukan di jam sekolah.

Di saat nilai anak merosot, literasi ambruk, matematika bikin pusing nasional.

Kalau boleh dibuat Satirenya begini:

“Di mana lagi kau bisa lihat negara gagal tapi gurunya yang joget?”

Media Senang, Netizen Ketagihan, Politikus Tersenyum

Media lihat fenomena ini seperti dapat durian runtuh:

“Guru Cantik Joget di Kelas” → klik.

“Guru Seksi Bikin Konten Challenge” → klik.

“Guru & Murid Joget TikTok Bareng” → klik.

"Hingga ibu guru Sal... Pakai Tanktop" → klik

Netizen?

Jadi komentator dadakan:

“Ya makanya pendidikan kita hancur!”

Politikus?

Tinggal bilang:

“Pendidikan butuh reformasi!”

Padahal masa kampanye kemarin… janji reformasinya cuma dua kata: R E L A S I O N S H I P dengan influencer atau satu lagi Ordal.

Satire pahitnya:

Guru dihajar kiri-kanan, sementara sistem pendidikan tetap gagal, tapi semua senang dapat tontonan.

Salah Satu Oknum Viral = Satu Profesi Dikorbankan

Beginilah logika publik:

Satu guru joget → semua guru dijudge ngonten.

Satu guru pamer fisik → semua guru dianggap haus perhatian.

Satu guru buat challenge bodoh → seluruh profesi dihakimi.

Padahal faktanya:

99% guru kerja mati-matian tanpa kamera.

1% oknum viral → 100% guru kena stigma.

Negara pun ikut menikmati:

“Wah bagus… masyarakat sibuk debat guru joget.

Nggak ada yang tanya kenapa anggaran pendidikan bocor, loteng sekolah yang ambruk puluhan tahun tak pernah diperbaiki, kenapa sekolah tidak  dilengkapi peralatan laboratorium IPA, Bahasa, laboratorium Komputer, sekolah di pelosok tahun ke tahun belajar dalam dinding tepas kalau ada hujan libur dulu sekolahnya, kebijakan berubah terus, kualitas kurikulum naik-turun kayak grafik saham bodong.”

Guru bikin konten glow-up:

“Ini aku sebelum ngajar… ini aku setelah pakai seragam, glowing kan?”

Muridnya yang ambil videonya.

Serius?

Pendidikan atau audisi Miss TikTok?

Guru bikin konten komedi di kelas:

Murid dipaksa tertawa meski materi belum paham.

Guru sibuk cari angle, bukan cari metode mengajar.

Lalu ketika dikritik…

Malah bilang:

“Kami cuma ingin menghibur.”

Menghibur siapa?

Followers atau murid?

Komparasi Satire Guru Sejati vs Guru Panggung

Guru Sejati

– Bangun pagi demi pendidikan

– Bawa buku catatan, bukan tripod

– Fokus pada karakter, bukan kamera

– Mengajarkan moral, bukan trending dance

– Mengubah nasib bangsa secara senyap

Guru Panggung

– Bangun pagi cari cahaya natural buat syuting

– Bawa ringlight, bukan RPP.

– Kerja untuk views, bukan untuk murid.

– Merusak martabat profesi sambil senyum

– Viral sebentar, memalukan selamanya

Solusi Satire tapi Tetap Logis

1. Perlu regulasi etika digital untuk guru

Bukan untuk membatasi kreativitas, tapi membatasi kebodohan kalian, oknum oknum itu.

2. Sekolah wajib tegas

Kalau ruang kelas dipakai buat joget…

Ya ada yang salah.

3. Guru harus sadar: profesimu terlalu agung untuk diperdagangkan demi konten, apalagi kalau cuma pamer wajah glowing, pamer pinggul bohai dan belahan  tubuh di gedung DPR-RI 

4. Publik juga harus sadar:

Jangan karena satu oknum, kita bunuh reputasi jutaan guru baik di luar sana.

5. Pemerintah harus berhenti pura-pura suci.

Jangan hanya muncul ketika ada kasus heboh.

Tugas negara adalah melindungi guru - bukan menikmati drama yang merusak profesinya.

Pada akhirnya, masalah guru konten ini bukan sekadar masalah etika pribadi.

Ini potret lengkap:

Ketika negara lepas tangan, sistem berantakan, kurikulum gampang berubah, murid kebingungan, dan guru dibiarkan jadi objek tontonan publik.

Guru bukan malaikat - bisa salah.

Tapi tolong… jangan jadikan mereka kambing hitam abadi.

Martabat guru harus kita jaga.

Bukan dengan joget.

Bukan dengan filter.

Apalagi pamer tonjolan tubuh,

Tapi dengan standar Moralitas dan integritas.

Karena kalau guru jatuh…

Bangsa ikut runtuh.

Dan sayangnya - dalam hal ini - yang bikin runtuh bukan hanya oknum, tetapi juga sistem yang membiarkannya.

 Akhir kata " SELAMAT MEMPERINGATI HARI GURU" Teriring salam dan doa, semoga seluruh  Guru di Indonesia Sabar dan Tabah menjalankan tugas " Mencerdaskan Anak Indonesia" melalui  didikan,ajaran dan pelatihan.

Editor : Drs.Alisa Gulo

-----------------------------------

Sumber : Egran Silalahi,

Share:
Komentar

Berita Terkini